Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyesuaian tarif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri. Kebijakan ini berpotensi menjadi batu sandungan bagi kinerja sejumlah emiten yang terdampak.
Penyesuaian tarif HGBT itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Beleid ini memungkinkan HGBT naik di atas level patokan harga sebelumnya, yakni sebesar US$ 6 per MMBTU.
Ketujuh industri yang tercakup dalam regulasi tersebut adalah bidang industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Kenaikan HGBT ini berpotensi mengerek biaya (cost) emiten yang bergerak di industri tersebut.
Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas, Raphon Prima mengamati PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), gas masuk ke dalam biaya pabrikasi dengan proporsi yang tidak terlalu signifikan, yakni sekitar 10% dari total Cost of Goods Sold (COGS). Sedangkan cost terbesar emiten petrokimia berada di bahan baku naphtha yang terkait dengan harga minyak mentah dunia.
Begitu juga untuk industri baja. Direktur Corporate Affairs PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) Fedaus mengungkapkan, gas dan listrik mengisi komponen energi yang dipakai pada pabrik baja. Dalam struktur biaya GGRP, komponen energi hanya mengisi 6% - 8%. Proporsinya tidak begitu signifikan dibandingkan komponen raw material yang mencapai 80% - 83%.
Sementara itu, Raphon menyampaikan dampaknya bisa berbeda pada emiten di industri keramik. Sebab, komponen gas pada beban pabrikasi punya kontribusi yang cukup besar terhadap total COGS.
Sumber: Kontan