Regulatory Charge Kian Mencekik Industri Telko, Indosat (ISAT) Tunggu Insentif

2024-04-19 08:18:29 - Bagikan ke Facebook Whatsapp Twitter

JAKARTA, investortrust.id –  PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) menilai insentif dari pemerintah sangat dibutuhkan oleh operator seluler lantaran biaya terkait regulasi (regulatory charge) terlampau tinggi.

Director & Chief Business Officer Indosat M Danny Buldansyah, selain persaingan yang makin ketat, regulatory charge yang ditetapkan oleh pemerintah dinilai terlampau tinggi.

 


Komponen regulatory charge yang harus dikeluarkan oleh operator seluler, termasuk setoran Universal Service Obligation (USO), mencapai 1,25% dari pendapatan kotor. Kemudian operator seluler juga harus membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio.

Keduanya jika diakumulasi nilainya sudah melampaui 10% dari pendapatan kotor operator seluler. Tentu, nilai tersebut berbeda-beda pada setiap operator seluler mengikuti besaran pendapatan kotornya masing-masing.

"[Regulatory charge] yang ideal itu seharusnya di bawah 10%. Sekarang itu [regulatory charge] sudah jauh di atas 10% untuk perusahaan yang incumbent paling besar. Regulatory charge-nya sudah mepet-mepet di sekitar itu. Kalau [perusahaan] yang kecil-kecil sudah di atas 10%," kata Danny ketika ditemui di Kantor Pusat Indosat

Tingginya regulatory charge yang harus ditanggung oleh operator seluler membuat industri telekomunikasi di Tanah Air menjadi tidak sehat. Menurut Global System for Mobile Communications Association, industri akan sangat sehat jika angkanya di bawah 5%, moderat di 5-10%, dan berat di atas 10%.

 


Danny menjelaskan regulatory charge perlu ditekan agar  operator seluler memiliki margin yang cukup untuk berinvestasi. Mulai dari memperluas wilayah jangkauannya, kualitas jaringan yang sudah ada, hingga layanan pendukung lainnya yang dinikmati oleh pelanggan di seluruh Indonesia.

"Sehiungga posisi [kualitas jaringan] internet kita di dunia enggak paling buncit gitu lho. Tujuannya itu kita ingin regulatory charge diturunkan," tegasnya.

Adapun, untuk bentuk insentif yang akan diberikan, IOH sebagai operator seluler menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Namun yang jelas, pemberian insentif kepada operator seluler akan ikut berpengaruh terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi.

"Kementerian Kominfo [Komunikasi dan Informatika] kan juga selalu diminta yang lain supaya meningkatkan PNBP. Mereka itu harus bilang industrinya sudah tidak bisa menyokong PNBP. Kalau enggak ditolong industrinya kolaps. Kalau kolaps yang rugi siapa? Masyarakat lagi," tuturnya.

 


Sebelumnya, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menyebut insentif untuk operator seluler akan dirumuskan bersama pihak-pihak terkait. Sayangnya, dia belum bisa menjelaskan seperti apa bentuk insentif yang akan diberikan.

"Tunggu Mei [2024], insentif operator lagi berproses," katanya di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Namun yang jelas, insentif tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong percepatan dan perluasan jaringan 5G di Tanah Air. Sebab, salah satu penyebab stagnannya jaringan 5G adalah tingginya beban operator seluler nasional untuk menggelar jaringan tersebut.

Bagikan:

DISCLAIMER ON!

Pandangan diatas merupakan pandangan dari PanenSAHAM, dan kami tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang diterima oleh investor dalam bertransaksi. Semua keputusan ada di tangan investor

Berita Menarik Lainnya: