Peluang Indonesia menjadi tempat tujuan relokasi perusahaan yang terdampak perang dagang China dan Amerika Serikat di atas kertas cukup terbuka. Tapi, ada sejumlah hal yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan stakeholder terkait agar investor mau merelokasi pabriknya ke Indonesia.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, peluang relokasi pabrik manufaktur yang berdomisili di China sangat besar. Apalagi, kebijakan lockdown di sana cukup ketat hingga saat ini. Ditambah lagi, perang dagang antara China dan AS masih berlangsung.
Namun, bukan berarti Indonesia bisa dengan mudah menjadi tempat relokasi pabrik dari perusahaan di China. Salah satu PR Indonesia adalah biaya logistik yang tergolong besar yakni 23,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia juga harus membenahi moda transportasi dan infrastruktur dasar secara efektif dan efisien.
Di samping itu, para investor juga masih sangat mempertimbangkan konsistensi pemerintah dalam menerapkan kebijakan pemberantasan korupsi, lingkungan hidup, dan tenaga kerja. Sebab, ketiga hal tadi akan terangkum dalam standar Environment, Social, Governance (ESG) yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan global. Standar ESG juga menjadi patokan bagi investor sebelum memilih mitra investasi.
Sumber: Kontan