Harga gas industri atau harga gas bumi tertentu (HGBT) akan naik. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta kebijakan kenaikan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU menjadi US$ 6,5 per MMBTU harus disertai dengan kelancaran suplai gas dan pemenuhan 100% volume alokasi gas seperti yang tercantum di dalam Kepmen ESDM Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan HGBT di Bidang Industri.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, mengatakan beberapa kendala gas yang dihadapi industri keramik. Antara lain, industri keramik sejak tahun 2022 belum menerima penuh manfaat kebijakan HGBT US$ 6 per MMBTU untuk industri keramik yang berada di Jawa Timur dan dikenai Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) 65% sampai dengan sekarang. Untuk pemakaian tersebut dikenai harga gas normal sebesar US$ 7,98 per MMBTU.
Edy menilai, kebijakan AGIT bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing industri. Khususnya industri keramik yang saat ini sedang gencar dikuasai produk impor dari Tiongkok. Ia menambahkan, industri keramik siap menyerap gas lebih besar, namun jika dikenai AGIT dan mahalnya harga gas untuk pemakaian gas di atas AGIT tentu akan meningkatkan biaya produksi yang pad akhirnya kalah bersaing terhadap produk impor maupun untuk penjualan ke luar negeri.
Edy memandang penyerapan HGBT yang belum optimal untuk industri keramik lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu lambatnya tambahan alokasi gas baru oleh Kementerian ESDM dan gangguan kelancaran pasokan gas oleh PGN. Terakhir, Asaki mendukung sepenuhnya rencana pemerintah untuk kembali ke harga gas US$ 6 per MMBTU karena menyangkut ketahanan industri keramik nasional saat ini yang sedang melawan gempuran produk impor dari Tiongkok dan India.
Sumber: Kontan