Sejumlah perbankan mulai melihat adanya potensi risiko seiring dengan maraknya sejumlah tekfin pemberi pinjaman atau peer to peer (P2P) lending yang mengeluhkan keterlambatan pembayaran dari peminjam.
PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) dan dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) berstrategi menyalurkan pembiayaan dengan return lebih tinggi tersebut. Global Alliance Strategy Director Bank Danamon Indonesia Naoki Mizoguchi melihat dinamika banyaknya P2P lending yang terlambat mengembalikan cicilan sebagai sinyal adanya risiko penurunan kualitas portofolio pinjaman.
BDMN menjajaki kerja sama dengan perusahaan P2P lending dengan berbagai mekanisme. Pertama, channeling. Danamon sebagai penyedia dana (lender) untuk menyalurkan pinjaman melalui platform P2P lending kepada debitur dengan kriteria tertentu yang sudah disepakati bersama sebelumnya.
Kedua, P2P lending sebagai penyedia teknologi. Perusahaan P2P lending menyediakan teknologi dan infrastruktur untuk Bank agar dapat memperluas penawaran produk secara online. Ketiga, kemitraan strategis, bank dan perusahaan P2P lending membentuk kemitraan strategis untuk menawarkan produk dan layanan yang lebih luas kepada nasabah.
Adapun, biasanya jangka waktu kerja sama cukup bervariasi, pada umumnya berlaku selama 12 bulan, dan dapat diperpanjang. Saat disinggung mengenai besaran nilai penyaluran dana ke P2P lending, Naoki menyebut nilainya masih kecil karena Bank bersikap berhati-hati (prudent) dalam memberikan pinjaman dan masih mencermati dinamika pertumbuhan P2P lending ini.
Sumber: Bisnis