Pemerintah mengusulkan pelarangan ekspor gas untuk mendukung ketahanan energi dalam negeri dalam rangka mendukung program hilirisasi di Indonesia.
Untuk mencapai sasaran pengembangan energi gas bumi, salah satu kegiatan yang dilakukan ialah mengurangi porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20% di 2025 dan menghentikan ekspor gas bumi paling lambat pada 2036. Aturan ini dijalankan dengan menjamin produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya.
Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai, rencana moratorium ekspor gas ini tidak akan berdampak bagi proyek-proyek gas yang sudah on stream maupun yang akan berproduksi ke depannya, misalnya Proyek LNG Tangguh.
Di tahun ini proyek Tangguh Train 3 akan beroperasi dan menggenapkan produksi gas Proyek LNG Tangguh yang disebut-sebut sebagai lapangan dengan penghasil gas terbesar di Indonesia. Proyek ini menghasilkan LNG dari ladang gas Wiriagar, Berau, dan Muturi, di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan luas 5.966,9 km2.
Dia memproyeksikan, dalam pelaksanaannya nanti, kebijakan ini pasti tetap akan diselaraskan dengan prinsip-prinsip keekonomian. Baik itu keekonomian pengembangan lapangan gas maupun harga gas untuk pasar domestik dan ekspor.
Sumber: Kontan