Isu kelangkaan ban alat berat masih membayangi para pelaku usaha jasa kontraktor pertambangan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahyono mengungkapkan, pihaknya telah mengkomunikasikan persoalan ini kepada para pembuat kebijakan, yaitu Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hanya saja, ikhtiar tersebut belum membuahkan hasil.
Berdasarkan informasi dari para importir ban yang sampai ke Aspindo, importir API - U belum dapat memenuhi kebutuhan industri, sebab Kementerian Perdagangan belum memberi persetujuan impor (PI). Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah terbitnya Neraca Komoditas (NK) oleh Kementerian Perindustrian.
Di lain pihak, ban-ban berukuran besar untuk alat-alat berat seperti dump truck, grader, compactor, wheel loader belum bisa dipasok dari dalam negeri sehingga harus diimpor. Sementara itu, ban trailer yang menengah sudah diproduksi di dalam negeri, namun kapasitasnya masih terbatas. Dari total kebutuhan ban trailer sebanyak 135.000 per tahun, industri dalam negeri baru bisa memasok 30.000 per tahun dan sisanya impor.
Buntut dari persoalan kelangkaan ban sudah dirasakan oleh para kontraktor jasa tambang. Bambang mencatat, kegiatan pengupasan lapisan batuan penutup alias overburden removal (OB) sebagian kontraktor, terutama kontraktor kecil, menjadi terganggu.
Sejauh ini, Aspindo belum mengantongi data pasti potensi kerugian maupun penurunan kinerja pengupasan lapisan tanah yang terjadi akibat kelangkaan ban.
Sumber: Kontan