Pasar batubara kembali diwarnai oleh sentimen kemungkinan penghapusan larangan impor China. Asal tahu, China telah memberlakukan larangan impor batubara dari Australia sejak Oktober 2020, setelah adanya pernyataan Perdana Menteri Australia terkait penyelidikan asal usul virus Covid-19 pada April 2020.
China saat ini sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan larangan impor tersebut seiring dengan mulai membaiknya hubungan antar kedua negara. Australia menyumbang sekitar 27% dari total ekspor batubara global dan 30% dari total impor batubara China pada 2016-2019, sedangkan Indonesia berkontribusi sekitar 43% dari total impor batubara China. Namun sejak diberlakukannya larangan impor batubara dari Australia, porsi impor batubara China dari Indonesia tercatat naik menjadi sekitar 60% di 2021 dan 11 bulan pertama 2022.
Meski ada potensi penurunan permintaan dari China pasca penghapusan larangan impor tersebut, analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi memperkirakan dampaknya terhadap emiten batubara di dalam cakupan analisisnya tidak akan terlalu besar. Hal ini mengingat porsi ekspor emiten batubara di bawah coverage Samuel Sekuritas ke China sudah cenderung ternormalisasi pada 2022.
Jonathan masih mempertahankan proyeksi harga batubara untuk 2023 di level US$ 220 per ton. Dari segi permintaan, Jonathan meyakini bahwa dalam jangka pendek, permintaan batubara dari China masih akan tetap tinggi, mengingat bahwa China tengah menghadapi musim dingin. Di samping itu, rata-rata stok batubara dan average days of burn di pembangkit listrik (PLTU) utama China tercatat di bawah rata-rata historis sepanjang 2022.
Sumber: Kontan