Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar kerap mengalami fluktuasi. Meski sempat stagnan, depresiasi nilai tukar Rupiah berlanjut jelang berakhirnya 2022.
Fluktuasi posisi nilai tukar rupiah ini disebabkan adanya kenaikan suku bunga The Fed yang menyentuh level 4,25%-4,5% dan diikuti oleh BI7DRR yang naik ke posisi 5,5%. Sehingga mendorong berlanjutnya capital outflow dari pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini dinilai berbagai pihak bakal berdampak terhadap banyak usaha yang memiliki pendapatan dalam bentuk rupiah, namun memiliki utang dalam bentuk dolar, khususnya sektor menara.
Namun tidak semua penyedia layanan menara diprediksi bakal terimbas penguatan dolar terhadap rupiah, salah satunya PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk(MTEL) atau Mitratel. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menyebutkan bahwa, fluktuasi kurs dolar tidak berdampak pada bisnis Mitratel karena menurut dia selain pendapatan MTEL dalam bentuk kurs rupiah. MTEL juga tidak memiliki utang dalam bentuk dolar.
Meski tak terdampak dengan posisi nilai tukar rupiah, Desy juga memproyeksikan bahwa bisnis menara cenderung menantang ke depannya. Namun, hal ini bergantung dari fundamental perusahaan, terutama dari sisi struktur permodalan mengingat nature bisnisnya yang tergolong capital intensive atau padat modal.
Sementara untuk fundamental bisnisnya, Mitratel berhasil meraup laba tahun berjalan senilai Rp 1,22 triliun, pada sembilan bulan pertama tahun 2022, loncat sekitar 18% secara year on year (yoy) dari Rp 1,03 triliun. Di periode tersebut, Mitratel juga mencatatkan EBITDA sebesar Rp 4,4 triliun atau tumbuh 15,7% dari tahun lalu.
Sumber: CNBC