Harga gas alam terpangkas 7,4% ke level US$ 2,3 per mmbtu pada perdagangan Jumat malam (19/1/2024). Penurunan tajam ini didorong oleh permintaan yang lebih kecil pada penyimpanan gas alam AS akibat cuaca yang lebih hangat dan proyeksi penyimpanan gas yang lebih kecil ke depannya.
Berdasarkan laporan data Pemerintah AS, sektor utilitas hanya menarik 154 miliar kaki kubik (bcf) gas alam dari penyimpanan pekan lalu, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan penarikan sebesar 164 bcf.
Namun, penurunan harga gas alam tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja emiten migas Indonesia, terutama MEDC. Sebab MEDC menggunakan harga minyak Brent sebagai acuan dalam menentukan harga jual indexed gas.
Penurunan harga minyak diperkirakan berlanjut pada 2024, karena perekonomian Amerika Serikat (AS) diproyeksi tumbuh lebih lambat. Hingga November 2023, harga minyak mentah Brent terpangkas 17,7% (yoy) menjadi US$ 78,1/bbl, seiring peningkatan produksi dari AS dan negara-negara non-OPEC mengimbangi kenaikan tersebut.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia memangkas target produksi minyak pada 2024 menjadi 635.000 BOPD dibandingkan 2023 yang sebanyak 660.000 BOPD, karena realisasi tahun ini berada di bawah ekspektasi. Selain itu, target produksi gas alam sedikit diturunkan menjadi 1.033 MBPD pada 2024 dibandingkan 2023 yang sebesar 1.100 MBPD.
Sumber: Investor Daily