Jakarta — Pasar kripto global semakin menyorot fase konsolidasi memasuki penghujung tahun, sementara di Indonesia aktivitas perdagangan digital asset melanjutkan pemulihan yang solid. Sejumlah dinamika regulasi juga menjadi katalis penting dalam ekosistem aset kripto saat ini.
Menurut analisis dari CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, pasar kripto global diperkirakan akan tetap dalam fase konsolidasi hingga akhir 2025.
Kekhawatiran datang dari prospek suku bunga Amerika Serikat, di mana potensi penundaan pemotongan bunga oleh The Fed menjadi faktor penahan sentimen.
Bitcoin menghadapi tekanan hebat pada bulan Oktober 2025, dengan koreksi sekitar –12% dari puncaknya.
Pada awal November, harga BTC bahkan turun di bawah US$ 100.000, menandai level terendah sejak Juni 2025.
Pergerakan ini memicu kekhawatiran akan likuidasi besar: dalam kurun 24 jam, posisi long yang dilikuidasi mencapai US$ 1,63 miliar.
Analis teknikal memperingatkan kemungkinan koreksi lanjutan, terutama jika investor jangka pendek mulai mengambil untung.
Meski global masih tertekan, di dalam negeri, nilai transaksi kripto menunjukkan tren positif. Menurut data OJK, total transaksi kripto Indonesia hingga Oktober 2025 mencapai Rp 409,56 triliun.
Pertumbuhan ini didukung oleh kenaikan jumlah pengguna aktif kripto di Indonesia, yang pada September 2025 tercatat 18,61 juta orang, naik sekitar 2,95% dari Agustus.
OJK dan pelaku industri juga optimistis bahwa transaksi kripto akan semakin meningkat di Kuartal IV 2025, didorong oleh sentimen pasar yang lebih stabil dan potensi katalis positif baru.
OJK terus mendorong edukasi masyarakat soal aset kripto lewat program “Bulan Literasi Kripto (BLK) 2025”.
Inisiatif ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai risiko dan potensi kripto, serta mendorong investasi yang lebih bijak.
Sementara itu, dari sisi pajak, pemerintah Indonesia telah menaikkan tarif pajak untuk transaksi kripto. Transaksi di bursa lokal dikenai pajak 0,21%, naik dari sebelumnya 0,1%. Untuk platform asing, tarif pajak dinaikkan menjadi 1% (dari 0,2%).
Pemerintah juga menghapus PPh khusus untuk penambangan kripto mulai 2026, dan menggantinya dengan tarif pajak penghasilan biasa, sambil menaikkan PPN (VAT) untuk aktivitas mining.
Di level internasional, Erik Thedéen, Ketua Basel Committee on Banking Supervision, menyerukan revisi aturan global terkait kepemilikan kripto oleh bank.
Aturan saat ini menetapkan bobot risiko tinggi (risk-weighting) untuk aset kripto seperti bitcoin dan stablecoin, yang menimbulkan kritik karena dianggap “terlalu keras” dan tidak realistis.
Thedéen menegaskan bahwa regulasi perlu disesuaikan agar lebih fleksibel, terutama dengan pertumbuhan stabilcoin yang pesat.
Sinagpura melalui Singapore Exchange (SGX) mengumumkan peluncuran perpetual futures untuk Bitcoin dan Ethereum, yang akan mulai diperdagangkan pada 24 November 2025.
Produk derivatif ini dipersembahkan untuk investor terakreditasi dan institusional, memberi akses leverage 24/7 dan potensi hedging tanpa perlu menyimpan kripto secara fisik.
Pasar kripto global saat ini berada di titik konsolidasi, dengan ketidakpastian makro (seperti kebijakan The Fed) menjadi pemicu utama.
Di sisi lain, transaksi kripto di Indonesia menunjukkan pemulihan yang kuat, menandakan bahwa minat lokal masih tinggi.
Regulasi kripto terus berkembang: dari pajak yang dinaikkan, literasi yang ditingkatkan, hingga dorongan untuk aturan internasional kripto yang lebih realistis.
Peluncuran produk derivatif kripto oleh bursa resmi (seperti SGX) menunjukkan bahwa kripto semakin “mapan” dan mendapatkan adopsi lebih luas oleh investor institusi.
Catatan: Semua prediksi dan analisis bersifat informatif dan bukan nasihat keuangan. Risiko dalam investasi kripto tetap tinggi — penting untuk melakukan riset sendiri (DYOR).