JAKARTA, investortrust.id – Target PT Indika Energy Tbk (INDY) untuk meraih 50% pendapatan non-batu bara dari total pemasukan perusahaan, mundur menjadi tahun 2028.
Sebelumnya, manajemen terus menyuarakan akan mencapai keseimbangan sumber pendapatan perusahaan, masing-masing 50% dari bisnis batu bara dan non-batu bara pada 2025.
Wakil Direktur Utama Indika Energy Azis Armand memaparkan, keputusan target baru tersebut telah memperhitungkan beberapa perkembangan terakhir dari anak-anak usaha dan investasi INDY pada sektor non-batu bara.
“Kami merasa sudah melewati beberapa tahapan untuk mencapai balance pendapatan tersebut. Tetapi memang faktor eksternal ya tentu saja ada juga kombinasinya dengan faktor internal, yang mencegah kami untuk mencapainya tahun 2025,” jelas Azis dalam paparan publik, Rabu (20/11/2024).
Namun dia meyakinkan, komitmen perseroan menyeimbangkan jumlah pemasukan antara bisnis batu bara dan non-batu bara, akan tercapai pada 2028. Niat mencapai keseimbangan sumber pendapatan ini, telah ditegaskan perseroan sejak pertengahan pandemi tahun 2020 dan 2021.
Dalam jangka panjang, Indika berkomitmen mencapai net zero emission selambat-lambatnya pada 2025.
Pada awal tahun ini, Indika tercatat sudah melepas kepemilikan saham pada aset tambang batu bara PT Multi Tambangjaya Utama (Mutu). Transaksi divestasi pada tambang batu bara di Kalimantan Tengah itu, rampung setelah diakuisisi oleh PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).
Sebagian pendapatan dari divestasi aset batu bara tersebut telah digunakan untuk pelunasan utang. Sebagian lagi untuk investasi, dan sisanya untuk general corporate purposes.
“Sebesar kurang lebih US$ 200 juta sampai hampir US$ 220 juta. Itu perkembangan pertama,” imbuh Azis.
Dalam perkembangan kedua, upaya Indika menyeimbangkan sumber pendapatan dari bisnis non-batu bara juga dilakukan dengan mengakuisisi perusahaan produsen ekstrak minyak esensial. Indika menambah kepemilikan 54% saham Natura Aromatic pada Januari 2024 senilai US$ 13,6 juta.
Dengan begitu, perseroan telah mengempit 100% saham perusahaan yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah tersebut. Industri ekstrak minyak esensial ini juga berada di samping fasilitas produksi jamu Air Mancur.
“(Perusahaan) ini salah satu yang kami pelajari dan kami rasa sektor yang punya potensi sangat besar. Karena Indonesia saat ini adalah eksportir ataupun produsen terbesar keempat di dunia untuk produk-produk essential oil, extract maupun aroma kemikal,” sambung Azis.
Upaya perseroan menggarap bisnis subsektor kehutanan diakui memerlukan usaha yang lebih besar, dibandingkan menggarap bisnis yang sudah dimiliki Indika selama ini yaitu batu bara.
“Kami melihat potensi sektor yang sedikit berbeda tetapi tetap berbasis kehutanan, yang mana dulu Indonesia pernah berjaya. Kami ingin mencoba mengembalikan kejayaan itu sebagai produsen yang membawa para perusahaan-perusahaan datang ke Indonesia seperti saat masa-masa sebelum penjajahan,” jelas dia.
Selanjutnya pada kuartal III-2024, Indika melepas 80% kepemilikan konsesi hutan di bawah Indika Nature bernama Trisetia Citragraha. Aset seharga US$ 26,8 miliar ini, berada di sekitar tambang batu bara Mutu yang didivestasi sebagai konsekuensi melepas kepemilikan tambang.
Di sisi lain, pada 3 Oktober 2024, perseroan juga melepas kepemilikan 60% tambang batu bara dorman pada Mitra Energy Agung (MEA) seharga Rp 15 miliar. Indika mengaku, belum pernah melakukan eksplorasi pada konsesi dengan izin usaha pertambangan (IUP) seluas 5.000 di Kalimantan Timur ini.
“Saat itu kami merasa, tidak ekonomi sehingga kemudian diputuskan untuk tidak melakukan apa-apa pada IUP tersebut, berkaitan dengan rencana net zero emission, kami melakukan divestasi ke aset-aset ini,” tutup Azis. (CR-10)