JAKARTA, investortrust.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana meluncurkan beberapa instrumen pasar modal baru. Salah satu produk yang akan segera diperkenalkan adalah
short selling dan
intraday short selling.Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, peluncuran instrumen ini akan dilakukan dalam waktu dekat, sekitar bulan Maret atau di awal kuartal II-2025. Menurutnya, instrumen ini akan membantu investor menghadapi kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
"Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat," ucap Jeffrey kepada awak media di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Sekadar informasi,
short selling adalah strategi dalam perdagangan saham ketika investor meminjam saham dari broker untuk dijual, dengan harapan harga saham tersebut akan turun. Setelah harga turun, investor membeli kembali saham tersebut dengan harga yang lebih rendah untuk mengembalikannya kepada broker, dan selisih harga jual dan beli menjadi keuntungan bagi investor.
Sementara Intraday short selling adalah versi short selling yang dilakukan dalam satu hari perdagangan yang sama. Artinya, saham yang dijual secara short harus dibeli kembali sebelum pasar tutup di hari yang sama. Ini biasanya dilakukan oleh trader harian (day traders) yang mencari keuntungan dari fluktuasi harga jangka pendek.
Saat ini, kata Jeffrey, saat ini masih berlangsung proses finalisasi izin bagi anggota bursa (AB) yang akan menyediakan layanan short selling.
"Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan," terang dia.
Langkah tersebut dilakukan BEI karena ketidakpastian (uncertainty) yang sedang melanda pasar global. Faktor utama yang memicu kondisi ini adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat terhadap China, serta dinamika ekonomi AS dengan negara lainnya seperti Kanada dan Meksiko.
"Kebijakan yang telah diumumkan namun kemudian ditunda (tarif impor untuk Kanada dan Meksiko) menciptakan ketidakpastian yang semakin besar bagi pasar global. Dampaknya tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi di Indonesia," ujar Jeffrey.
Ketidakpastian di pasar global turut berdampak pada nilai tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan rantai pasok global. Perubahan konstelasi ekonomi ini memberikan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis di Indonesia.
Dengan adanya ketidakpastian ini, terang Jeffrey, investor harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan berinvestasi, terutama dalam menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di pasar keuangan domestik.
"Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh investor adalah mengantisipasi dampak dari global uncertainty. Meskipun sulit untuk memperkirakan bagaimana kondisi ini akan berkembang, investor berpengalaman dapat belajar dari periode ketidakpastian sebelumnya. Analisis terhadap kebijakan pemerintah, reaksi negara lain, serta tren historis dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan investasi yang lebih matang," tuturnya.