JAKARTA, investortrust.id - PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) menyampaikan laporan keuangan interim unaudit per 30 September 2024 atau per akhir kuartal III-2024 dengan laba bersih Rp 125,39 miliar, mencerminkan peningkatan sebesar 5,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp 118,99 miliar.
Marjin laba bersih menurun dari 17,6% menjadi 16,5%, akibat manajemen biaya yang lebih tinggi dari dampak operasional akibat cuaca.
Sementara laba operasi tercatat meningkat sebesar 16,1% menjadi Rp 201,04 miliar dari Rp 180,90 miliar per 30 September 2023. Marjin operasi mencapai 27,7% dibandingkan 26,7% pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan produksi CPO dan Kernel serta harga jual rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan bottom line Perseroan sejalan dengan pendapatan yang meningkat sebesar 12,2% secara year on year (yoy), menjadi Rp 758,78 miliar. Pada periode yang sama tahun 2023 jumlah pendapatan Perseroan tercatat Rp 676,30 miliar.
Manajemen PT Cisadane Sawit Raya Tbk menyampaikan, posisi keuangan yang kuat sepanjang 2024, menegaskan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan dan nilai pemegang saham jangka panjang.
‘’Saham CSRA telah naik sebesar 30,0% dibandingkan harga saham pada akhir 2023, menunjukkan kepercayaan investor terhadap kinerja Perusahaan,’’ urai Manajemen PT Cisadane Sawit Raya Tbk dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Jumat (1/11/2024).
Sementara itu dari sisi neraca, CSRA melaporkan total aset sebesar Rp 2,21 triliun, dengan peningkatan signifikan pada cadangan kas, naik dari posisi pada 31 Desember 2023 sebesar Rp 1,84 triliun.
Total liabilitas perusahaan pada periode September 2024 mencapai Rp 996,84 miliar dibandingkan dengan Rp 727,69 miliar pada akhir 2023, sementara ekuitas mencapai Rp 1,21 triliun, meningkat signifikan dari Rp 1,11 triliun pada akhir tahun sebelumnya.
‘’Posisi keuangan CSRA menegaskan niat manajemen untuk meningkatkan operasi bisnis dan praktik manajemen. Strategi ini merupakan indikator penting dari keberlanjutan jangka panjang perusahaan dan potensi pertumbuhannya,’’ ulas Manajemen CSRA.
Proyeksi 2025
Manajemen CSRA memperkirakan, permintaan global untuk minyak sawit diperkirakan akan tetap kuat, terutama dari pasar negara berkembang dan sektor biofuel. Namun, persaingan dari minyak nabati lainnya (seperti kedelai dan bunga matahari) mungkin meningkat.
Indonesia diharapkan tetap mempertahankan posisinya sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Investasi yang berkelanjutan dalam teknologi dan praktik berkelanjutan dapat meningkatkan hasil per hektar (yield). Pola cuaca dan perubahan iklim akan mempengaruhi tingkat produksi.
Potensi peristiwa cuaca ekstrem dapat berdampak pada hasil. Pemerintah Indonesia kemungkinan akan memberlakukan regulasi yang lebih ketat untuk mempromosikan produksi minyak sawit yang berkelanjutan. Program sertifikasi seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) akan terus menjadi perhatian.
Tekanan dari kelompok lingkungan dan konsumen global untuk mengatasi deforestasi dan kehilangan keanekaragaman hayati akan terus berlanjut. Perusahaan mungkin menghadapi risiko reputasi jika gagal menerapkan praktik berkelanjutan.